BAB I
PENDAHULUAN
Hingga saat ini permasalahan lingkungan
hidup mendapat perhatian besar dari hampir semua negara-negara di dunia. Ini
terutama terjadi dalam dasawarsa 1970-an setelah diadakannya konferensi PBB
tentang lingkungan hidup di Stokholm pada tanggal 5 Juni 1972. Konferensi ini
kemudian dikenal dengan Konferensi Stokholm, dan pada hari dan tanggal itulah
kemudian ditetapkan sebagai hari lingkungan hidup sedunia. Namun sayangnya
hingga saat ini -lepas dari tiga dekade kemudian-walaupun jumlah lembaga dan
aktivis environmentalism semakin bertambah dari tahun ke tahun, namun laju
kerusakan lingkungan masih terus berlangsung. Kegagalan tersebut banyak diakui
kalangan aktivis disebabkan karena kebijakan yang disusun tidak secara
konsisten dilaksanakan.
Di Indonesia, perhatian tentang
lingkungan hidup telah muncul di media massa sejak tahun 1960-an. Suatu tonggak
sejarah tentang lingkungan hidup di Indonesia ialah diselenggarakannya Seminar
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pembangunan Nasional oleh Universitas
Padjajaran di Bandung pada tanggal 15-18 Mei 1972. Seminar itu merupakan
seminar pertama tentang lingkungan hidup yang diadakan di Indonesia.( Otto
Soemarwoto, 2001: 1) Selain itu pada awal Juli 1973, Sumarlin dalam rangka Hari
Lingkungan Hidup Dunia menyatakan adanya tiga prioritas dalam menanggulangi
problematika lingkungan di negeri ini, antara lain: di lautan (pertambangan
minyak di lepas pantai) dan di perkotaan (urbanisasi liar dan industrialisasi
yang pincang).(A. Sonny Keraf, Kompa: 1973)
Indonesia sendiri, dalam beberapa
dasawarsa terakhir, tidak henti-hentinya dirundung berbagai bencana banjir,
tanah longsor, maupun polusi. Laporan UNEP memperkirakan kerugian Indonesia
akibat bencana tsunami saja mencapai 675 juta dollar AS, atau setara dengan 6
triliun rupiah. Tak hanya itu, kerusakan lingkungan juga menjadi gejala umum
hampir seluruh kawasan di Indonesia. Berbagai bencana yang terjadi di
Indonesia, baik langsung maupun tidak langsung kemudian mendorong keterlibatan
aktif peran ulama dan pemikir Islam sejak satu tahun terakhir ini, dengan
mengedepankan hikmah perenial Islam, dalam upaya mengatasi persoalan lingkungan
yang selama ini didominasi oleh kalangan akademisi dan birokrat. Fiqh yang
merupakan salah satu dari ilmu-ilmu keislaman yang sangat dominan dalam
kehidupan umat Islam, sebenarnya telah menawarkan suatu kerangka pendekatan
terhadap lingkungan hidup. Akan tetapi, wacana lingkungan hidup tidak dibahas
dan dikaji secara khusus dalam bab tersendiri, melainkan tersebar di beberapa
bagian dalam pokok-pokok bahasan ilmu fiqh itu. Secara substansi Fiqh
lingkungan hidup (Fiqh Al-Biah) berupaya menyadarkan manusia yang beriman
supaya menginsyafi bahwa masalah lingkungan hidup tidak dapat dilepaskan dari
tanggung jawab manusia yang beriman dan amanat yang diembannya
Dalam tulisan ini saya akan menganalisa
tentang munculnya wacana Fiqh al-Bi'ah sebagai solusi alternatif dalam
mengatasi kerusakan lingkungan. Saya mengawalinya dengan sekilas membahas
tentang Islam dan pelestarian lingkungan, untuk kemudian membahas tentang
munculnya wacana Fiqh al-Bi'ah dikalangan umat Islam. Akhirnya, tulisan saya
tutup dengan fiqh al-Bi'ah sebagai solusi alternatif terhadap kerusakan
lingkungan.
Rumusan Masalah :
1.
Tujuan
Allah mensyariatkan hukumnya adalah untuk memelihara kemaslahatan manusia,
sekaligus untuk menghindari kerusakan (mafsadah), baik di dunia maupun di
akhirat. Untuk mewujudkan kemaslahatan itulah Abu Ishaq al-Syatibi, Dalam kitab
al-Muwâfaqât, membagi tujuan hukum Islam (maqâshid al-syarîah) menjadi lima hal.
Sebutkan!
2.
Terdapat
prinsip-prinsip universal dalam Islam yang bisa menjadi sebuah kewajiban bagi
seorang warga Muslim. Jelaskan!
3.
Islam
tidak hanya mencukupkan sampai di sini, selain menjelaskan tentang
masalah-masalah yang universal, Islam juga memberikan penekanan pada
topik-topik tertentu. Sebutkan dan Jelaskan Secara ringkas!
4.
Rasulullah
saw dalam salah satu hadisnya bersabda, “Jangan menyimpan sampah di dalam rumah
pada malam hari, melainkan keluarkan sampah-sampah tersebut pada siang hari,
karena sampah merupakan tempat berkumpulnya setan.” Jelaskan maksud dari hadist
tersebut!
BAB II
Pelestarian
Lingkungan hidup dalam perspektif Islam
Kata ‘lestari’ dapat diartikan sebagai
tetap seperti keadaannya semula, tak berubah atau kekal. Jadi, pelestarian
adalah pengelolaan sumber daya alam yang menjamin pemanfaatannya secara
bijaksana dan menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan
meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya.
Islam sebagai agama samawi terakhir di
dunia, di bawa oleh Nabi Muhammad saw. sebagai penyempurna agama-agama
sebelumnya. Konsekuensinya, Islam akan dan harus bisa menjawab
tantangan-tantangan dari kedinamisan yang ada di dunia sampai masa akhir nanti
(kiamat). Tantangan tersebut dapat berupa tantangan yang berhubungan dengan
tauhid, jinayah maupun muamalah. Walaupun tantangan dari kedinamisan perjalanan
masa dapat terjawab dengan sempurna oleh Islam, namun banyak kalangan tetap
berprasangka, bahwa jalan terbaik menghilangkan prasangka tersebut adalah harus
dijawab secara ilmiah sehingga pemecahan persoalan terjawab secara objektif.
(M. Rasjidi, 1976:7)
Dalam al-Qur'an dijelaskan bahwa
manusia diciptakan sebagai khalifah di bumi. Kewajiban manusia sebagai khalifah
di bumi adalah dengan menjaga dan mengurus bumi dan segala yang ada di dalamnya
untuk dikelola sebagaimana mestinya. Dalam hal ini kekhalifahan sebagai tugas
dari Allah untuk mengurus bumi harus dijalankan sesuai dengan kehendak
penciptanya dan tujuan penciptaannya.(Harun Nasution, 1992: 542)
Tujuan Allah mensyariatkan hukumnya
adalah untuk memelihara kemaslahatan manusia, sekaligus untuk menghindari
kerusakan (mafsadah), baik di dunia maupun di akhirat. Untuk mewujudkan
kemaslahatan itulah Abu Ishaq al-Syatibi, Dalam kitab al-Muwâfaqât, membagi
tujuan hukum Islam (maqâshid al-syarîah) menjadi lima hal: (1) 1) penjagaan agama (hifdz
al-dîn), 2) memelihara jiwa (hifdz al-nafs), 3) memelihara akal (hifdz
al-‘aql), 4) memelihara keturunan (hifdz al-nasl), dan 5) memelihara harta
benda (hifdz al-mâl).(Hatim Gazali, 2005) Lebih jauh Yusuf al-Qardlawi
dalam Ri’âyatu al-Bi’ah fi al-Syarî’ati al-Islâmiyyah menjelaskan mengenai
posisi pemeliharaan ekologis (hifdz al-`âlam) dalam Islam adalah pemeliharaan
lingkungan setara dengan menjaga maqâshidus syarî’ah yang lima tadi. Selain
al-Qardlawi, al-Syatibi juga menjelaskan bahwa sesungguhnya maqâshidus syarî’ah
ditujukan untuk menegakkan kemaslahatan-kemaslahatan agama dan dunia, di mana
bila prinsip-prinsip itu diabaikan, maka kemaslahatan dunia tidak akan tegak
berdiri, sehingga berakibat pada kerusakan dan hilangnya kenikmatan
perikehidupan manusia.(Fathurrahman Djamil, 1997:94)
Allah Azza wa Jalla menciptakan alam ini
bukan tanpa tujuan. Alam ini merupakan sarana bagi manusia untuk melaksanakan
tugas pokok mereka yang merupakan tujuan diciptakan jin dan manusia. Alam
adalah tempat beribadah hanya kepada Allâh semata. Allâh Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
(Yaitu) Orang-orang yang mengingat Allâh
sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), "Ya Rabb kami,
tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, maka peliharalah
kami dari siksa neraka. [Ali Imrân/3:191]
Syariat Islam sangat memperhatikan
kelestarian alam, meskipun dalam jihâd fi sabîlillah. Kaum Muslimin tidak
diperbolehkan membakar dan menebangi pohon tanpa alasan dan keperluan yang
jelas.
Kerusakan alam dan lingkungan hidup yang kita
saksikan sekarang ini merupakan akibat dari perbuatan umat manusia. Allâh Azza
wa Jalla menyebutkan firmanNya :
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allâh merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). [ar-Rûm/30:41]
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allâh merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). [ar-Rûm/30:41]
Ibnu Katsîr rahimahullah mengatakan dalam
tafsirnya, “Zaid bin Râfi’ berkata, 'Telah nampak kerusakan,' maksudnya hujan
tidak turun di daratan yang mengakibatkan paceklik dan di lautan yang menimpa
binatang-binatangnya.”
Mujâhid rahimahullah mengatakan, “Apabila
orang zhâlim berkuasa lalu ia berbuat zhâlim dan kerusakan, maka Allâh Azza wa
Jalla akan menahan hujan karenanya, hingga hancurlah persawahan dan anak
keturunan. Sesungguhnya Allâh Subhanahu wa Ta’ala tidak menyukai kerusakan.”
Kemudian Mujâhid rahimahullah membacakan ayat
di atas.
Tapi, apakah kerusakan yang terjadi itu hanya
disebabkan perbuatan manusia yang merusak lingkungan atau mengekplorasi alam
semena-mena ataukah juga disebabkan kekufuran, syirik dan kemaksiatan yang
mereka lakukan ? Jawabnya adalah kedua-duanya.
Ibnu Katsîr rahimahullah telah menjelaskan
dalam tafsirnya: “Makna firman Allâh (yang artinya) “Telah nampak kerusakan di
darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia,” yaitu kekurangan
buah-buahan dan tanam-tanaman disebabkan kemaksiatan. Abul ‘Aliyah berkata,
“Barangsiapa berbuat maksiat kepada Allâh di muka bumi, berarti ia telah
berbuat kerusakan padanya. Karena kebaikan bumi dan langit adalah dengan
ketaatan. Oleh karena itu apabila nabi ‘Isa turun di akhir zaman, beliau akan
berhukum dengan syariat yang suci ini pada masa tersebut. Beliau akan membunuh
babi, mematahkan salib dan menghapus jizyah (upeti) sehingga tidak ada pilihan
lain kecuali masuk Islam atau diperangi. Dan di zaman itu, tatkala Allâh telah
membinasakan Dajjal dan para pengikutnya serta Ya’jûj dan Ma’jûj, maka
dikatakanlah kepada bumi, “Keluarkanlah berkahmu.” Maka satu buah delima bisa dimakan
oleh sekelompok besar manusia dan mereka bisa berteduh di bawah naungan
kulitnya. Dan susu unta mampu mencukupi sekumpulan manusia. Semua itu tidak
lain disebabkan berkah penerapan syariat Muhammad Shallallahu 'alaihi wa
sallam. Maka setiap kali keadilan ditegakkan, akan semakin banyaklah berkah dan
kebaikan. Karena itulah disebutkan dalam hadits shahih, yang artinya,
"Sesungguhnya apabila seorang yang jahat mati, niscaya para hamba,
kota-kota, pepohonan dan binatang-binatang melata merasakan ketenangan.”
Salah satu bukti bahwa Islam sangat
memperhatikan lingkungan alam sekitar adalah perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam untuk menyingkirkan gangguan dari jalan yang beliau jadikan sebagai
salah satu cabang keimanan, perintah beliau untuk menanam pohon walaupun esok
hari kiamat. Disamping kita telah menjaga kehidupan manusia di sekitar kita.
Bukankah satu pohon adalah jatah untuk dua orang ?
Dalam hal ini pemerintah berhak memerintahkan
rakyat untuk menanam pohon. al-Qurthubi berkata dalam tafsirnya, "Bercocok
tanam termasuk fardhu kifâyah. Imam (penguasa) berkewajiban mendesak rakyatnya
untuk bercocok tanam dan yang semakna dengan itu, seperti menanam pohon.”
Bahkan untuk memotivasi umat beliau agar
gemar menanam pohon beliau bersabda :
Muslim mana saja yang menanam sebuah pohon
lalu ada orang atau hewan yang memakan dari pohon tersebut, niscaya akan
dituliskan baginya sebagai pahala sedekah.
Bahkan pohon itu akan menjadi asset pahala
baginya sesudah mati yang akan terus mengalirkan pahala baginya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :
Tujuh perkara yang pahalanya akan terus
mengalir bagi seorang hamba sesudah ia mati dan berada dalam kuburnya. (Tujuh
itu adalah) orang yang mengajarkan ilmu, mengalirkan air, menggali sumur,
menanam pohon kurma, membangun masjid, mewariskan mushaf atau meninggalkan anak
yang memohonkan ampunan untuknya sesudah ia mati.
Menebang pohon, menggunduli hutan, membuang
limbah ke sungai, membakar areal persawahan dan lain-lainnya sudah jelas
termasuk perbuatan merusak alam yang bisa mendatangkan bencana bagi umat
manusia. Banjir bandang, kabut asap, pemanasan global adalah beberapa diantara
akibatnya. Namun sadarkah kita, bahwa kerusakan alam bukan hanya karena
faktor-faktor riil seperti itu saja. Kekufuran, syirik dan kemaksiatan juga
punya andil dalam memperparah kerusakan alam. Bukankah banjir besar yang
melanda kaum Nuh Alaihissallam disebabkan kekufuran dan penolakan mereka
terhadap dakwah Nuh Alaihissallam ? Bukankah bumi dibalikkan atas kaum Luth
sehingga yang atas menjadi bawah dan yang bawah menjadi atas disebabkan kemaksiatan
yang mereka lakukan ?
Sebaliknya, keimanan, ketaatan dan keadilan
juga berperan bagi kebaikan dan keberkahan bumi.
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,
“Diantara pengaruh buruk perbuatan maksiat terhadap bumi adalah banyak terjadi
gempa dan longsor di muka bumi serta terhapusnya berkah. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah melewati kampung kaum Tsamûd, beliau melarang mereka
(para sahabat) melewati kampung tersebut kecuali dengan menangis. Beliau
Shallallahu 'alaihi wa sallam juga melarang mereka meminum airnya, menimba
sumur-sumurnya, hingga beliau memerintahkan agar menggunakan air yang mereka
bawa untuk mengadon gandum. Karena maksiat kaum Tsamûd ini telah mempengaruhi
air di sana. Sebagaimana halnya pengaruh dosa yang mengakibatkan berkurangnya
hasil panen buah-buahan.
Imam Ahmad telah menyebutkan dalam Musnadnya,
ia berkata, “Telah ditemukan dalam gudang milik Bani Umayyah sebutir gandum
yang besarnya seperti sebutir kurma. Gandum itu ditemukan dalam sebuah kantung
yang bertuliskan, “Biji gandum ini tumbuh pada masa keadilan ditegakkan.”
Kebanyakan musibah-musibah yang Allâh Azza wa
Jalla timpakan atas manusia sekarang ini disebabkan perbuatan dosa yang mereka
lakukan.
Sejumlah orang tua di padang pasir telah
mengabarkan kepadaku bahwa mereka pernah mendapati buah-buah yang ukurannya
jauh lebih besar daripada buah-buahan yang ada sekarang.”
Barangkali ada yang bertanya apakah maksiat
yang tidak ada sangkut pautnya dengan alam bisa juga merusak alam ? Jawabnya,
ya bisa. Bukankah Hajar Aswad menghitam karena maksiat yang dilakukan oleh
manusia ? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Hajar Aswad turun dari surga lebih putih
warnanya daripada salju, lalu menjadi hitam karena dosa-dosa anak Adam.”
Begitulah pengaruh dosa dan maksiat! Hajar
Aswad yang turun dari surga dalam keadaan berwarna putih bersih lebih putih
dari salju bisa menghitam karena dosa. Ini membuktikan bahwa dosa dan maksiat
juga memberikan pengaruh pada perubahan yang terjadi pada alam sekitar.
Apabila manusia tidak segera kembali kepada
agama Allâh Azza wa Jalla , kepada sunnah Nabi-Nya, maka berkah itu akan
berganti menjadi musibah. Hujan yang sejatinya, Allâh turunkan untuk membawa
keberkahan dimuka bumi, namun karena ulah manusia itu sendiri, hujan justru
membawa berbagai bencana bagi manusia. Banjir, tanah longsor dan beragam
bencana muncul saat musim hujan tiba. Bahkan di tempat-tempat yang biasanya
tidak banjir sekarang menjadi langganan banjir !
Tidakkah manusia mau menyadarinya? Atau
manusia terlalu egois memikirkan diri sendiri tanpa mau menyadari pentingnya
menjaga alam sekitar yang bakal kita wariskan kepada generasi mendatang !?
Allâh Azza wa Jalla memberi manusia tanggung
jawab untuk memakmurkan bumi ini, mengatur kehidupan lingkungan hidup yang baik
dan tertata. Dan Allâh Subhanahu wa Ta’ala akan menuntut tanggung jawab itu di
akhirat kelak.
Oleh karena itu, kita sebagai umat muslim
seharusnya memahami arti pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup.
Mereka punya kewajiban untuk melestarikan alam semesta.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka
bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya.” [al-A’râf/7:56]
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan ayat ini
sebagai berikut, "Firman Allâh Azza wa Jalla (yang maknanya-red), 'Dan janganlah
kamu berbuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya.' Allâh
melarang tindakan perusakan dan hal-hal yang membahayakan alam, setelah
dilakukan perbaikan atasnya. Sebab apabila berbagai macam urusan sudah berjalan
dengan baik lalu setelah itu terjadi perusakan, maka hal itu lebih membahayakan
umat manusia. Oleh karena itu, Allâh Azza wa Jalla melarang hal itu dan
memerintahkan para hamba-Nya agar beribadah, berdoa, dan tunduk serta
merendahkan diri kepada-Nya.”
Sesungguhnya dengan akal yang Allâh Azza wa
Jalla anugerahkan, manusia lebihkan dari makhluk-makhluk lainnya. Kita lebih
mulia dari hewan. Coba anda lihat, hewan saja memiliki kesadaran menjaga
keseimbangan alam dan lingkungan hidup, lalu apakah kita selaku manusia justru
menghancurkannya ? Janganlah kamu berbuat kerusakan sesudah Allâh
memperbaikinya! Maka kita punya tanggung jawab besar untuk menjaga keseimbangan
alam dan lingkungan hidup demi kesejahteraan hidup manusia di bumi ini.
Bukankah Allâh Azza wa Jalla telah berfirman :
“Dan Kami telah menghamparkan bumi dan
menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut
ukuran.” [al-Hijr/15:19]
Ya, semua sudah ada ukurannya, semua ada
aturannya. Allâh Azza wa Jalla telah menciptakan semua itu dengan sangat detail
dan teratur.
Ibnu Katsîr rahimahullah berkata,
“Selanjutnya Allâh Azza wa Jalla menyebutkan bahwa Dia yang telah menciptakan
bumi, membentangnya, menjadikannya luas dan terhampar, menjadikan gunung-gunung
diatasnya yang berdiri tegak, lembah-lembah, tanah (dataran), pasir, dan
berbagai tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan yang sesuai. Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu
anhu berkata tentang firman Allâh Azza wa Jalla “Segala sesuatu dengan ukuran”
Mauzun artinya adalah diketahui ukurannya (proporsional dan seimbang). Pendapat
serupa juga dikemukakan oleh Sa’id bin Jubair, Ikrimah, Qatâdah dan ulama yang
lainnya. Di antara para ulama ada yang mengatakan, “maksudnya ukuran yang telah
ditentukan.” Sedang Ibnu Zaid mengatakan, “Maksudnya yaitu dari setiap sesuatu
yang ditimbang dan ditentukan ukurannya.”
Dalam ayat lain Allâh Subhanahu wa Ta'ala
menjelaskan tentang siklus hidrologi yang menjadi salah satu elemen terpenting
bagi kelangsungan kehidupan makhluk di muka bumi.
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
“Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu
angin itu menggerakkan awan dan Allâh membentangkannya di langit menurut yang
dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu Lihat hujan
keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya
yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi gembira.” [ar-Rûm/30:48].
Begitulah proses perubahan diciptakan untuk
memelihara keberlanjutan (sustainability) bumi. Proses ini dikenal sebagai
siklus hidrologi, mencakup proses evaporasi, kondensasi, hujan dan aliran air
ke sungai, danau dan laut.
Kewajiban ini kita laksanakan dengan
menjalankan syariat Allâh Azza wa Jalla di muka bumi, memakmurkannya dengan
tauhid dan sunnah. Sembari terus menumbuhkan kesadaran bahwa kita tidak sendiri
hidup di muka bumi. Ada makhluk-makhluk Allâh Subhanahu wa Ta’alaainnya selain
kita di sekitar kita.
Dan juga dengan menjauhi kekafiran, syirik
dan maksiat. Karena dosa dan maksiat akan mendorong manusia untuk merusak dan
mengotori alam ini dengan noda-noda maksiat mereka. Mereka inilah inilah yang
sebenarnya tidak memahami tujuan penciptaan alam semesta ini.
Agama Islam adalah agama yang
komprehensif dan lengkap. Jelas dengan karakteristik ini Islam memperhatikan
seluruh kebutuhan hidup manusia dan memiliki aturan-aturan untuk seluruh
persoalan yang berkaitan dengan kebutuhan hidup manusia baik secara individu
maupun sosial.
Diantara persoalan yang mendapatkan
perhatian Islam hingga kini adalah metode kehidupan sosial dan lingkungan
hidup. Dikarenakan air dan udara merupakan faktor yang sangat signifikan dan
pemanfaatan air serta udara yang bersih dan sehat merupakan salah satu
kebutuhan primer manusia, maka berdasarkan ajaran-ajaran Islam mencemari kedua
unsur ini merupakan tindakan yang haram dan termasuk salah satu dari dosa-dosa
besar. Selain itu hal ini dianggap juga sebagai sebuah tanda
ketidak-syukuran terhadap nikmat Tuhan dan salah satu dari dosa yang tidak
terampuni.
Saat ini, urgensi penjagaan kesehatan
lingkungan merupakan salah satu wacana yang sangat serius dan asasi. Pada
hakikatnya, isu-isu seputar ini dan segala yang dianggap penting dalam
masyarakat industri modern saat ini merupakan isu-isu yang jauh-jauh sebelumnya
telah disinggung dan diperingatkan dalam Islam dan oleh para pemimpin, yaitu
1400 tahun yang lalu. Islam telah mewajibkan para pengikutnya untuk
memperhatikan aturan-aturan yang berkaitan dengan hal tersebut dan melaksanakan
hukum-hukum individu maupun sosial. Dan Islam juga menunjukkan metode dan
solusi untuk menjaga serta memelihara lingkungan hidup dan kesehatannya.
Aturan-aturan seperti:
Aturan-aturan seperti:
Mengkonsumsi segala sesuatu (minum,
menghisap) yang akan membahayakan tubuh manusia, hukumnya haram, kecuali
apabila diperlukan secara darurat;
Jangan menyimpan sampah di dalam rumah
pada malam hari, melainkan pindahkan ke luar rumah pada siang hari;
Hindarilah mengotori dan mencemari
tepian air yang jernih, di bawah pohon yang tengah berbuah atau di jalanan;
Jika di tangan salah satu dari kalian
terdapat sebuah tunas, sementara hari kiamat telah datang, maka tanamlah tunas
tersebut jika mampu.
Dan ratusan aturan-aturan dan
saran-saran etika lainnya telah menyebabkan seorang warga muslim menganggap
memelihara dan menjaga lingkungan hidup dan kesehatan sebagai salah satu dari
kewajiban prinsip.
Sebelum melanjutkan pembahasan topik
utama, ada baiknya kita perhatikan hal-hal berikut:
Agama Islam memiliki aturan dan
perintah-perintah untuk seluruh aspek dan dimensi kehidupan manusia, dari
masalah politik dan pemerintahan yang paling rumit hingga masalah–masalah
individu yang paling mendasar seperti hukum-hukum yang berkaitan dengan toilet
dan kamar mandi. Ini berarti kita mengenal Islam sebagai agama yang
komprehensif, universal dan lengkap, oleh karena itu kita meyakini bahwa kehidupan
sosial dan lingkungan hidup juga merupakan salah satu dari persoalan yang
mendapatkan perhatian agama Islam, dari dulu hingga kini.
Tentunya universalitas Islam ini
berarti bahwa filsafat, maktab dan sistem Islam bisa diperoleh dan direncanakan
secara tepat dengan menyimpulkan unsur-unsur universalitas yang terdapat dalam
Islam
Berdasarkan perspektif Islam, manusia
diciptakan bukan atas dasar kesia-siaan atau tanpa makna, bahkan hukum-hukum
sosial Islam pun dirancang berdasarkan pada tujuan dan filosofi penciptaannya,
tentunya hukum-hukum dan aturan-aturan ini kadangkala muncul dalam bentuk
dorongan, ajakan ataupun nasehat-nasehat yang hanya memiliki dimensi etika
dimana terdapat hukuman-hukuman ukhrawi atasnya, akan tetapi kadangkala ketika
berhadapan dengan ketiadaan perhatian terhadap aturan dan hukum-hukum ini, maka
yang akan berbicara adalah hukuman-hukuman duniawi.
(2)Terdapat
prinsip-prinsip universal dalam Islam yang bisa menjadi sebuah kewajiban bagi
seorang warga Muslim, seperti:
Dalam Islam, memberantas dan
memusnahkan segala sesuatu yang menjadi kebergantungan generasi manusia, akan
dianggap sebagai sebuah tindakan yang haram, seperti menganiaya sesama, tidak
mengkufuri nikmatnya, dan sebagainya.
Dalam perspektif Islam, kegiatan yang
memberikan kenyamanan masyarakat dan dalam rangka menjaga keselamatan mereka,
dianggap sebagai sebuah pengabdian dalam keridhaan-Nya, serta ibadah dan
penghambaan kepada-Nya, karena sesungguhnya tidak ada tujuan lain dalam
penciptaan manusia selain ibadah.
Karena perlindungan terhadap lingkungan
hidup, memperhatikan kesehatan lingkungan hidup dan menghindarkannya dari
pencemaran merupakan sebuah usaha dalam rangka menyelamatkan manusia dari
kehancuran dan memberikan kenyamanan pada mereka, maka tindakan seperti ini memiliki
keistimewaan (sehingga diletakkan dalam kedudukan wajib atau mustahab).
Akan tetapi Islam tidak hanya
mencukupkan sampai di sini, selain menjelaskan tentang masalah-masalah yang
universal, Islam juga memberikan penekanan pada topik-topik tertentu.
Di sini secara ringkas kami akan
mengisyarahkan sebagian dari topik-topik tersebut:
(3) A. Pencemaran
udara
Kita semua telah mengetahui, apabila
udara tidak melingkupi seluruh permukaan bumi, begitu satu bagian dari
permukaan bumi kehilangan sinar matahati, maka bagian ini akan segera mengalami
penurunan suhu udara hingga 160 derajat dibawah nol, dimana hawa dingin tak
tertahankan ini akan segera memusnahkan seluruh eksistensi hidup, karena pada
prinsipnya, udara berfungsi untuk menghalangi bumi dalam mempertahankan hawa
panas yang diperolehnya dari matahari. Selain
itu manusia membutuhkan oksigen untuk kelangsungan hidupnya, dan kebutuhan yang
diperlukannya melalui pernafasan ini akan terpenuhi dengan adanya hawa yang
bersih dan sehat, oleh karena itu memanfaatkan udara yang bersih dan sehat
merupakan salah satu dari kebutuhan primer manusia.
Namun dari sisi yang lain, perkembangan
teknologi dan modernitas kehidupan masyarakat, demikian juga urgensi penciptaan
fasilitas-fasilitas baru perkotaan untuk menjawab kebutuhan masyarakat kota
yang semakin hari semakin berkembang, telah membuat tingkat pencemaran udara
semakin tinggi dan secara bertahap kita menyaksikan juga semakin berkurangnya
ruang hijau perkotaan serta terjadinya pencemaran lingkungan hidup.
Dikarenakan kelangsungan generasi dan
masyarakat manusia bergantung pada kesehatan dan keselamatan masyarakat, maka
dengan mengharamkan hal-hal yang buruk dan tercela serta menghalalkan kesucian
dan kebersihan, Islam telah mempersiapkan jalan untuk mencapai tujuan dan
sasaran ini.
Seseorang telah bertanya kepada Imam
Shadiq As tentang pernafasan dengan udara yang tercemar dan kebergantungan
hidup manusia dengannya. Dalam menjawab pertanyaan ini beliau mengutarakan
sebuah hukum universal yang merupakan solusi bagi sedemikian banyak
problematika dan kesulitan yang ada. Imam bersabda, “Segala sesuatu yang jika
dikonsumsi (minum atau menghisap)akan membahayakan tubuh manusia, maka
mengkonsumsinya adalah haram, kecuali apabila dalam keadaan darurat.”
B. Limbah
Persoalan urgensi menjaga kebersihan
lingkungan hidup merupakan salah satu topik yang sangat serius dan asasi bagi
masyarakat saat ini. Jika menjaga lingkungan hidup tidak dianggap sebagai
kewajiban umum, tidak dianggap secara serius oleh warga, siapapun bisa
mencemari lungkungan hidup, atau limbah serta sampah-sampah tidak dikumpulkan
dengan metode yang benar dan sehat, maka limbah dan sampah akan menjadi faktor
pencemar lingkungan hidup dan pembawa bencana bagi keselamatan masyarakat.
Sampah dan limbah-limbah menyimpan berbagai
mikroba dan menjadi tempat perkembangbiakan serangga serta berbagai sumber
penyakit. Oleh karena itu Rasulullah saw dalam salah satu hadisnya bersabda,
“Jangan menyimpan sampah di dalam rumah pada malam hari, melainkan keluarkan
sampah-sampah tersebut pada siang hari, karena sampah merupakan tempat
berkumpulnya setan.”
Demikian juga beliau bersabda, “Jangan
mengumpulkan tanah di belakang pintu (halaman), karena akan menjadi sarang
setan.”
(4.) Jelaslah bahwa yang dimaksud
dengan setan di sini adalah tempat berkumpulnya serangga-serangga yang
membahayakan, tempat perpindahan dan perkembangbiakan berbagai macam penyakit.
Dalam sirah dan metode kehidupan
Rasulullah saw dan para Imam Makshum As banyak kita saksikan penekanan beliau
terhadap kebersihan dan menyarankan hal ini kepada para pengikutnya.
Rasulullah SAW bersabda, “Tuhan Maha
Suci dan mencintai kesucian, Bersih dan mencintai kebersihan. “
Kewajiban menghindari kotoran manusia
dan kenajisannya ketika bersentuhan dengannya serta kewajiban bersuci dan
mencuci segala sesuatu yang terkotori olehnya, merupakan salah satu layanan
ilmiah yang diberikan oleh agama Islam kepada manusia yang menciptakan
kebersihan lingkungan hidup dari pencemaran dan hal-hal yang najis.
Saat ini kotoran manusia dianggap
sebagai pemicu utama dari mayoritas penyakit-penyakit mikroba dan cacing
seperti kolera dan penyakit-penyakit yang dikenal dengan parasit usus
pencernaan yang disebabkan oleh mikroba dan cacing.
Dari sinilah sehingga dalam salah satu
hadisnya, Imam Ali As bersabda, “Rasulullah saw melarang membuang kotoran besar
di tepian air yang mengalir, di dekat mata air yang jernih dan di bawah
pepohonan yang berbuah.“ Demikian juga dalam riwayat yang lain dikatakan,
“Rasulullah saww melarang manusia membuang air kecil di bawah pepohonan yang
berbuah, di halaman atau di atas air yang tergenang.
Saat ini dengan adanya perkembangan
inovasi, urbanisasi dan meningkatnya konsumerisasi pada masyarakat perkotaan,
pada setiap harinya akan dihasilkan ribuan ton sampah dimana pengumpulan dan
penimbunan serta pembuangannya yang dilakukan dengan benar dan sehat merupakan
hal terpenting dari masalah kesehatan yang perlu mendapatkan perhatian lebih
banyak.
Dalam perspektif agama Islam dan
seluruh agama-agama Ilahi lainnya, jiwa manusia dianggap memiliki nilai tinggi
dan menjaganya merupakan tidakan yang wajib. Dengan alasan inilah sehingga
al-Quran menekankan kepada seluruh Muslim untuk tidak melakukan
tindakan-tindakan yang akan menyebabkan kehancuran diri mereka sendiri.,
berfirman, “… dan janganlah kamu
menjerumuskan dirimu sendiri ke dalam jurang kebinasaan, …”
Almarhum Allamah Thabathbai salah
seorang mufassir besar mengatakan, “Ayat ini mutlak, kesimpulannya pelarangan
yang terdapat di dalamnya mencakup seluruh tindakan-tindakan yang ekstrim kiri
ataupun ekstrim kanan (ifrath dan tafrith).”
Oleh karena itu, agama Islam tidak
memberikan kebolehan kepada siapapun untuk mencemari lingkungan hidupnya dan
selainnya, baik dengan tindakan maupun perbuatannya, tidak boleh acuh tak acuh
terhadap persoalan-persoalan yang berkaitan dengan unsur terpenting kesehatan,
dan tidak berhak menghilangkan peluang masyarakat dalam memperoleh kehidupan
yang sehat dengan ketidak pedulian terhadap lingkungan sosial.
Selain itu, berdasarkan kaidah teori
“la dharar”, dimana Rasulullah saww bersabda, “Di dalam Islam, membahayakan dan
merugikan diri sendiri maupun selainnya adalah dilarang. “ manusia bahkan dalam
memanfaatkan fasilitas-fasilitas pribadinya tidak boleh sampai mengganggu
apalagi membahayakan orang lain.
C. Ruang
Hijau
Iklim perkotaan saat ini telah
mengalami perubahan yang yang mencolok dibawah pengaruh kepadatan dan
keterpusatan kegiatan-kegiatan kota dimana pengkajian wilayah-wilayah kota akan
ditinjau secara tertentu dan terpisah dari iklim wilayah, seperti
pengaruh-pengaruh yang ditimbulkan melalui kurangnya ruang hijau perkotaan
terhadap ekologi kota terutama dalam kaitannya dengan iklim udara, tanah, air
bawah tanah sedemikian berpengaruh sehingga unsur-unsur pembentuk dan konstruktifnya
benar-benar mengalami perubahan di lingkungan perkotaan.
Meskipun masalah ruang hijau perkotaan
ini tidak dijabarkan dalam bentuk yang khas dan kekinian dalam teks-teks dan
literatur-literatur utama agama kita, akan tetapi topik ini berada dibawah
subyek yang lebih universal, seperti penanaman pohon, mendorong masyarakat
untuk melakukan penghijauan dan melarang penebangan pepohonan, dimana hal ini
menghikayatkan kepedulian dan perhatian agama Islam terhadap masalah ini.
Dalam kaitannya dengan masalah ini
Rasulullah saw dalam salah satu hadisnya bersabda, “Jika kiamat telah tiba dan
terdapat sebuah tunas di tangan salah satu kalian, maka tanamlah tunas tersebut
jika mampu.” Dalam melarang dan menegur mereka yang menebangi pepohonan dan
menghancurkan sumber-sumber daya alam serta lingkungan hidup, Rasulullah SAW
bersaba, “Siapapun yang memotong pohon Sadr, maka ia akan terpuruk ke dalam api
jahannam.”
Oleh karena itu berdasarkan hukum
perlindungan dan kepedulian terhadap sumber daya alam dan hutan cadangan
negara, tidak ada seorangpun atau bahkan instansi atau lembaga-lembaga
pemerintahan ataupun swasta manapun yang berhak merusak sumber daya nasional,
dan Departemen Pertanian berkewajiban untuk menjaga sumber-sumber serta
kekayaan negara ini. Dalam fikih Islam pun terdapat aturan dan undang-undang
yang mencegah masyarakat dari mempergunakan kepemilikan umum dan pemerintah,
aturan-aturan ini bersumber pada aturan-aturan Ilahi dan al-Quran al-Karim, “Mereka menanyakan kepadamu tentang al-Anfâl
(harta rampasan perang dan setiap harta yang tak berpemilik). Katakanlah,
“Al-Anfâl itu kepunyaan Allah dan rasul. Sebab itu bertakwalah kepada Allah dan
perbaikilah hubungan di antara sesamamu, dan taatlah kepada Allah dan rasul-Nya
jika kamu adalah orang-orang yang beriman.”
Oleh karena tu bisa dikatakan bahwa
merusak dan menghancurkan segala sesuatu yang termasuk dalam sumber daya
nasional bisa dikatakan tidak sesuai syari.
Selain di dunia tempat kita hidup
terdapat ribuan faktor-faktor penting lainnya yang saling bekerjasama supaya
manusia bisa memperoleh manfaat. Ketiadaan salah satu dari mereka ini akan
memperhadapkan manusia pada berbagai dilema kehidupan yang sangat serius. Tuhan
Yang Maha Tinggi telah menciptakan kenikmatan-kenikmatan di dunia dalam bentuk
makanan, minuman dan segala yang memberikan kesejahteraan dan kenyamanan hidup
bagi manusia dan berdasarkan ajaran-ajaran al-Quran al-Karim manusia tidak
dilarang untuk memanfaatkan dan merasakan kenikmatan-kenikmatan hidup tersebut,
akan tetapi mereka dilarang dari menyia-nyiakan, merusak dan memanfaatkannya
secara tidak tepat, berfirman, “Hai
anak cucu Adam, …, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”
0 komentar:
Posting Komentar