Jumat, 13 Maret 2015

Teori Hirschman "Efek Tetesan Kebawah (Trickling Down Effect)"



BAB I
PENDAHULUAN
Albert Otto Hirschman (7 April 1915 - 10 Desember 2012) adalah seorang ekonom yang sangat berpengaruh dan penulis beberapa buku tentang ekonomi politik dan ideologi politik . Kontribusi besar pertamanya adalah di bidang pengembangan ekonomi . Di sini ia menekankan perlunya pertumbuhan tidak seimbang.
Salah satu teori dari Albert O Hirschman adalah ”trickle down effect” (efek ke bawah -- kemakmuran). Begitu dahsyatnya kalau teori tersebut bisa terlaksana dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Sayang sekali, kegagalan pembangunan ekonomi Orde Baru, yang gembar-gembor pakai pendekatan kemakmuran rakyat, dengan jargon ”trickle down effect”, tidak terjadi, bahkan menimbulkan ketimpangan dan kesenjangan ekonomi, serta kecemburuan sosial...
Kita sangat paham kalau perkembangan ekonomi yang membaik juga melahirkan paradoks. Justru pesatnya perkembangan ekonomi saat ini yang bisa mengalami ”trickle up effect” (efek ke atas -- kemakmuran). Hasilnya tidak dinikmati secara merata, melainkan hanyalah segelintir orang kaya. Maksudnya pertumbuhan ekonomi hanya diuntungkan bagi masyarakat kaya.
Indikator tersebut diatas, setidaknya dapat dilihat dari laju pertumbuhan ekonomi yang melaju pesat, sementara kemiskinan dan pengangguran tidak beranjak turun, bahkan cenderung naik. Sedangkan dari sisi lain, beberapa industri mencatat kemajuan produksi, seperti sepeda motor,elektronik, mobil. Jelas adanya kenaikan penjualan, lantas siapa yang menikmati perkembangan ekonomi tersebut? Investor atau rakyat?
Penyebab ”trickle up effect” antara lain belum teratasinya secara komprehensif dan menyeluruh persoalan struktural pada saat krisis ekonomi. Dan akibat program penyesuaian ekonomi yang dilakukan oleh Dana Moneter Internasional (IMF). Tentu sangat berbeda dengan ”trickle down effect” , yakni dalam konteks menetes ke bawah, berarti pertumbuhan ekonomi sekian persen, bisa menciptakan lapangan kerja sekian ratus ribu yang turut mensejahterakan masyarakat.
Mencermati persoalan perekonomian ini, pemerintah bisa melakukan dengan memberi akses pasar dan permodalan ke masyarakat, khususnya dunia usaha yang terpinggirkan saat ini. Seperti sektor informal, usaha kecil, koperasi yang selama ini lebih banyak digeluti oleh masyarakat luas, harus dikembangkan dan dijaga kelangsungan hidupnya.
Pemerintah yang mempunyai kekuatan intervensi kebijakan, tentu pembukaan akses pasar dan permodalan bagi kalangan masyarakat bawah (yang termarginalkan), sudah saatnya dibuktikan. Bukan sekedar dalam pidato kenegaraan maupun kunjungan ke daerah miskin. Paling tidak, pemerintah harus mengupayakan secara konsisten agar Usaha Kecil dan Menengah (UKM), yang memiliki peran strategis dalam tatanan perekonomian kita, terutama dalam mengurangi kemiskinan, agar bisa feasible untuk dibiayai oleh perbankan.
Kenapa sektor UKM perlu terus menerus didorong untuk laju berkembang ? Karena pertarungan ekonomi di lapangan, dinilai sudah tidak seimbang lagi. Situasi pasar, sudah mengarah kepada hegemoni para kapitalis. Maka, peran UKM disamping bisa melibatkan banyak orang, usaha ini juga bisa dilakukan secara bersama-sama. Ini perlu secara terus menerus dikomunikasikan (publikasi) ke khalayak luas. Dari informasi ini, akan tumbuh gairah usaha dan perkembangannya secara menyeluruh.
Peningkatan ekonomi yang lebih riil saat ini memang masih ditunggu rakyat. Untuk mencapai itu, pemerintah harus mempertegas kebijakan yang berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi mikro. Kita masih ingat selalu, kalau meningkatnya angka kemiskinan dan pengangguran akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan dan kebijakan kenaikan harga BBM.
Fakta selama dekade terakhir ini, pendapatan per kapita Indonesia masih paling rendah dibandingkan Malaysia, Vietnam, Thailand, Korea dan China. Padahal negara tersebut juga mengalami krisis ekonomi yang sama. Terus kapan bangsa Indonesia bisa menikmati kemakmuran yang sejati, seperti petuah ”trickle down effect”. Rakyat sangat setia menunggu ”tetesan kemakmuran”, ibarat nunggu ”Ratu Adil"

BAB II
ISI
Hirschman dan Myrdal : inti dari teori yang disampaikan oleh hirscman dan Myrdal menjelaskan tentang dampak tetesan kebawah dan dampak penyebaran dan pengurasan. Dimana pengembangannya melalui satu titik yang diharapkan bisa mempengaruhi titik-titik yang ada disekitarnya.
Hirschman dan Myrdal : contoh yang merupakan cerminan dari teori hirscman dan Myrdal adalah wilayah muncar sebagai penghasil ikan, diman banyak sedikitnya ikan yang diperoleh maupun yang diolah selalu membawa dampak bagi lingkungan atau wilayah sekitarnya. Seperti kejadian yang ada saat ini, ketika perolehan jumlah ikan naik, produksi juga naik, maka tingkat pencemaran terhadap wilayah sekitar semakin tinggi, ini juga berdampak pada ekosistem laut yang mulai teremar. Disisi lain masyarakat wilayah lain memerlukan suplai ikan, ketika jumlah ikan semakin berkurang maka harga ikan akan semakin mahal, itu juga salah satu dampaknya. Jika saja pengolahan limbah pabrik pengolahan ikan diatur dengan baik maka keuntungan bagi wilayah muncar dan sekitarnya juga akan besar
Hirscman dan Myrdal : hamper sama dengan francois parroux, hirscman dan Myrdal juga menggunakan istilah polarisasi, namun tidak menggunakan istilah titik kutub atau pole, mereka menggunakan istilah dampak tetesan kebawah. Bedanya jika pada teori parroux yang mempengaruhi adalah polarisasinya, pada teori hirscman dan myrdal yang mempengaruhi adalah titik perkembangannya, jadi ketika terjadi krisis besar dan berkepanjangan, ketika titik perkembangan goyah, yang dibawah atau polarisasi-polarisasinya akan hancur.
Hirschman adalah seorang penganjur teori pertumbuhan tidak seimbang. Secara geografis, pertumbuhan ekonomi pasti tidak seimbang. Dalam proses pertumbuhan tidak seimbang selalu dapat dilihat bahwa kemajuan disuatu tempat (titik) menimbulkan tekanan-tekanan, ketegangan-ketegangan, dan dorongan-dorongan kearah perkembangan pada tempat-tempat (titik-titik) berikutnya. Hirscman (1958),  menyadari bahwa fungsi-fungsi ekonomi berbeda tingkat intensitasnya pada tempat yang berbeda. Pertumbuhan ekonomi diutamakan pada titik originalnya sebelum disebarkan ke berbagai tempat lainnya. Ia menggunakan istilah Titik Pertumbuhan (Growing Point) atau Pusat Pertumbuhan (Growing Centre).
Di sutau negara terdapat beberapa titik pertumbuhan, dimana industri berkelompok ditempat itu, karena diperoleh beberapa manfaat dalam bentuk penghematan-penghematan dan kemudahan-kemudahan. Kesempatan investasi, lapangan kerja dan upah buruh relatif tinggi lebih banyak terdapat di pusat- pusat pertumbuhan dari pada daerah belakang. Antara pusat dan daerah belakang terdapat ketergantungan dalam suplai barang dan tenaga kerja. Pengaruh yang paling hebat adalah migrasi penduduk ke kota-kota besar (urbanisasi) akan dapat mengabsorsikan tenaga kerja yang trampil dan pihak lain akan mengurangi pengangguran tidak kentara di daerah belakang. Hal ini tergantung pada tingkat koplementaritas antara dua tempat tersebut. Jika komplementaritas kuat akan terjadi proses penyebaran pembangunan kedaerah-daerah belakang  (trikling down) dan sebaliknya jika komplementaritas lemah akan terjadi pengaruh polarisasi (Keban, 1995).
Jika pengaruh polarisasi  lebih kuat dari pengeruh penyebaran pembangunan maka akan timbul masyarakat dualistik, yaitu selain memiliki ciri-ciri daerah perkotaan modern juga memiliki daerah perdesaan terbelakang (Hammand,1985, Indra Catri,1993). Walaupun terlihat suatu kecenderungan yang suram namun Hirschman optimis dan percaya bahwa pengaruh  trikling-down akan mengatasi pengaruh polarisasi. Misalnya bila daerah perkotaan berspesialisasi pada industri dan daerah perdesaan berspesialisasi pada produksi primer, maka meluasnya permintaan daerah perkotaan harus mendorong perkembangan daerah perdesaan, tetapi apa yang terjadi tidak seperti yang diharapkan. Pada khususnya ada kemungkinan besar bahwa elastisitas penawaran jangka pendek di daerah perdesaan adalah sedimikian rendah sehingga dasar pertukaran akan berubah merugikan daerah perkotaan.
Dalam jangka panjang penghematan-penghematan ekstrnal dan tersedianya komplementaritas di pusat-pusat akan menjamin penyebaran pembangunan ke daerah-daerah disekitarnya. Pada pihak lain, berdasarkan konseptual yang serupa mengenai struktur titik-titik pertumbuhan  dan daerah-daerah belakang, Myrdal (1957) menggunakan istilah Backwash effect dan spread effect  yang artinya persis serupa dengan polarisasi dan pengaruh trikling down.
Namun demikian, dalam penekanan pembahasan dan kesimpulan-kesimpulan terdapat perbedaan yang cukup besar. Analisa Myrdal memberikan kesan pesimistis, ia berpendapat bahwa polarisasi muncul lebih kuat dari pada penyebaran pembangunan, permintaan faktor-faktor produksi akan menumpuk di daerah- daerah perkotaan yang memberikan manfaat kepadanya, dan sebaliknya di daerah perdesaan yang tidak menguntungkan akan menipis. Pesimisme tersebut dapat dimaklumi karena Myrdal tidak memaklumi bahwa timbulnya titik pertumbuhan adalah suatu hal yang tidak terelakkan dan merupakan syarat bagi perkembangan selanjutnya dimana-mana. Pusat pemikiran Myrdal pada kausasi komulatif menyebabkan ia tidak dapat melihat dengan titik balik apabila perkembangan kearah polarisasi di suatu wilayah sudah berlangsung untuk beberapa waktu. Kausasi sirkuler komulatif selalu meghasilkan penyebaran pembangunan yang lemah dan tidak kemerataan, atau dapat dikatakan bahwa mobilitas akan memperbesar ketimpangan pendapatan dan migrasi akan memperbesar ketimpangan regional. Berdasarkan pada perbedaan pandangan diatas, maka kebijaksanaan perspektif yang dianjurkan oleh Hirschman dan Myrdal berbeda pula.
Hirschman menyarankan agar membentuk lebih banyak titik-titik pertumbuhan supaya dapat menciptakan pengaruh-pengaruh penyebaran pembengunan yang efektif, sedangkan Myrdal menekankan pada langkah-langkah kebijaksanaan unmtuk melemahkan backwash effets dan meperkuat sread effeetc agar proses kausasi sirkuler kumulatif mengarah keatas, dengan demikian semakin memperkecil ketimpangan regional ( Murtomo, 1988, Indra Catri, 1993, Keban, 1995).
Gunnar Myrdal (1957) dan Aschman (1958) dalam Keban (1995), menyerang pengertian equilibrium dalam teori ekonomi dan mengemukakan ide-ide dasar tentang polarisasi pembangunan. Menurut pandangan Myrdal, daerah-daerah inti dari perekonomian  adalah magnit penguat dari kemajuan. Myrdal mengemukakan bahwa setel;ah pertumbuhan dimulai pada lokasi yang dipilih pada perekonomian bebas, arus masuk tenaga kerja, ketrampilan, modal dan komoditi berkembang secara spontan untuk mendukungnya. Tetapi arus ini meliputi efek backwash, ketidak samaan antara daerah-daerah yang  berkembang dengan daerah-daerah lain. Daerah-daerah yang sedang tumbuh mempengruhi daerah-daerah lain melalui dua kekuatan yang berlawanan , menurut model Myrdal disebut Effect backwash dan efek penyebaran (Spread effect dan backwash effect).
Efek penyebaran menunjukkan dampak yang menguntungkan dari daerah-daerah yang makmur terhadap daerahdaerah yang kurang makmur, hal ini meliputi : meningkatnya permintaan komoditi primer, investasi dan difusi ide serta tehnologi. Dalam banyak negara-negara terbelakang, efek penyebaran terbatas pada daerah-daerah disekitar pusat-pusat herarkhi perkotaan (Murtomo, 1988, Keban, 1995). Hirschman membantah bahwa memilih dan memusatkan aktivitasnya pada titiktitik pertumbuhan adalah alami bagi para pengusaha. Pembangunan lama kelamaan tidak berimbang, pertumbuhan daerah yang sedang berkembang membatasi kapasitas pertumbuhan dimana-mana. Utara (North) menarik tenaga trampil dan tabungan dari selatan (south). Elastisitas permintaan income lebih besar untuk barang-barang buatan north, dan oleh karena itu syarat-syarat perdagangn melawan produsen south akan komoditi primernya (Jhingan,M.L.1993, Arsyad, 1988). Ide pokok dari model Hirschman adalah bahwa efek polaritas disebabkan oleh “effect trickling down”, ekuivalen dengan efek penyebaran dari Myrdal. Effect trickling down meliputi tujuan komoditi North yang diproduksi di South dan gerakan modal keselatan, disamping North dapat menarik tenaga selatan yang cukup untuk menjamin meningkatnya produktivitas tenaga kerja marjinal dan tingkat konsomsi perkapirta South. Hischman bersikeras bahwa effect trickling down hanya bisa terjadi bila di North membutuhkan South untuk ekspansinya sendiri.
Myrdal dan Hirschman dengan teori polarisasi ekonominya telah mengetahui adanya daya kompensasi yang berlawanan, yakni efek-efek arus balik atau polarisasi, yang akan menghambat perkembangan diseluruh negeri. Hirschman melihat bahwa secara geografis pertumbuhan mungkin tidak perlu berimbang. Ia percaya bahwa dengan berlangsungnya waktu, efek-efek menetes kebawah (tricling down-effects) akan dapat mengatasi efek polarisasi; dan hal yang demikian akan terjadi jika ada campur tangan negara (pemerintah) dalam perekonomian. Gagasan-gagasan tersebut diatas memberikan dasar bagi tumbuhnya model pusat-pinggiran (core-periphery) dari pebrisch seperti yang telah diuraikan sebelumnya.
Myrdal dan Hirschman dengan teori polarisasi ekonomi menjelaskan perbedaan pembangunan/kemajuan antara core dan periphery (pusat-pinggiran). Menurut Myrdal, bila dalam suatu wilayah didirikan industri, maka akan terjadi pemusatan penduduk disekitar daerah industri tersebut. Penduduk disini memerlukan pelayanan sosial dan ekonomi, sehingga menarik para penanam modal. Akhirnya modalpun mengalir kearah itu. Industri pertama mungkin juga menarik pendirian industry lainnya baik yang menyediakan bahan mentahnya maupun industri yang mengolah bahan setengah jadi bahan yang dihasilkan oleh industri pertama. Demikianlah akan terjadi pertumbuhan yang makin lama makin pesat (Polarization of Growth”). “Polarization of growth” ini akan menimbulkan “backwash-effects” atau akibat akibat yang menghambat pertumbuhan wilayah-wilayah lain dari mana tenaga-tenaga trampil, modal barang-barang perdagangan ditarik kearah itu. Daerah yang terkena “backwash-effects” ini makin lama menjadi makin mundur dan disebut “periphery” (Henderink & Murtomo, 1988: 26)

BAB III
KESIMPULAN

            Hirschman dan Myrdal : inti dari teori yang disampaikan oleh hirscman dan Myrdal menjelaskan tentang dampak tetesan kebawah dan dampak penyebaran dan pengurasan. Dimana pengembangannya melalui satu titik yang diharapkan bisa mempengaruhi titik-titik yang ada disekitarnya.
            Ide pokok dari model Hirschman adalah bahwa efek polaritas disebabkan oleh “effect trickling down”, ekuivalen dengan efek penyebaran dari Myrdal. Effect trickling down meliputi tujuan komoditi North yang diproduksi di South dan gerakan modal keselatan, disamping North dapat menarik tenaga selatan yang cukup untuk menjamin meningkatnya produktivitas tenaga kerja marjinal dan tingkat konsomsi perkapirta South. Hischman bersikeras bahwa effect trickling down hanya bisa terjadi bila di North membutuhkan South untuk ekspansinya sendiri.

1 komentar:

  1. artinya, trickle down adalah seatu penjelasan mengenai situasi yang menggambarkan kesenjangan ekonomi karena buruknya distribusi pendapatan ekonomi nasional ?

    BalasHapus