Sabtu, 14 Maret 2015

Hubungan Islam dan Lingkungan



BAB I
PENDAHULUAN
Hingga saat ini permasalahan lingkungan hidup mendapat perhatian besar dari hampir semua negara-negara di dunia. Ini terutama terjadi dalam dasawarsa 1970-an setelah diadakannya konferensi PBB tentang lingkungan hidup di Stokholm pada tanggal 5 Juni 1972. Konferensi ini kemudian dikenal dengan Konferensi Stokholm, dan pada hari dan tanggal itulah kemudian ditetapkan sebagai hari lingkungan hidup sedunia. Namun sayangnya hingga saat ini -lepas dari tiga dekade kemudian-walaupun jumlah lembaga dan aktivis environmentalism semakin bertambah dari tahun ke tahun, namun laju kerusakan lingkungan masih terus berlangsung. Kegagalan tersebut banyak diakui kalangan aktivis disebabkan karena kebijakan yang disusun tidak secara konsisten dilaksanakan.
Di Indonesia, perhatian tentang lingkungan hidup telah muncul di media massa sejak tahun 1960-an. Suatu tonggak sejarah tentang lingkungan hidup di Indonesia ialah diselenggarakannya Seminar Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pembangunan Nasional oleh Universitas Padjajaran di Bandung pada tanggal 15-18 Mei 1972. Seminar itu merupakan seminar pertama tentang lingkungan hidup yang diadakan di Indonesia.( Otto Soemarwoto, 2001: 1) Selain itu pada awal Juli 1973, Sumarlin dalam rangka Hari Lingkungan Hidup Dunia menyatakan adanya tiga prioritas dalam menanggulangi problematika lingkungan di negeri ini, antara lain: di lautan (pertambangan minyak di lepas pantai) dan di perkotaan (urbanisasi liar dan industrialisasi yang pincang).(A. Sonny Keraf, Kompa: 1973)
Indonesia sendiri, dalam beberapa dasawarsa terakhir, tidak henti-hentinya dirundung berbagai bencana banjir, tanah longsor, maupun polusi. Laporan UNEP memperkirakan kerugian Indonesia akibat bencana tsunami saja mencapai 675 juta dollar AS, atau setara dengan 6 triliun rupiah. Tak hanya itu, kerusakan lingkungan juga menjadi gejala umum hampir seluruh kawasan di Indonesia. Berbagai bencana yang terjadi di Indonesia, baik langsung maupun tidak langsung kemudian mendorong keterlibatan aktif peran ulama dan pemikir Islam sejak satu tahun terakhir ini, dengan mengedepankan hikmah perenial Islam, dalam upaya mengatasi persoalan lingkungan yang selama ini didominasi oleh kalangan akademisi dan birokrat. Fiqh yang merupakan salah satu dari ilmu-ilmu keislaman yang sangat dominan dalam kehidupan umat Islam, sebenarnya telah menawarkan suatu kerangka pendekatan terhadap lingkungan hidup. Akan tetapi, wacana lingkungan hidup tidak dibahas dan dikaji secara khusus dalam bab tersendiri, melainkan tersebar di beberapa bagian dalam pokok-pokok bahasan ilmu fiqh itu. Secara substansi Fiqh lingkungan hidup (Fiqh Al-Biah) berupaya menyadarkan manusia yang beriman supaya menginsyafi bahwa masalah lingkungan hidup tidak dapat dilepaskan dari tanggung jawab manusia yang beriman dan amanat yang diembannya
Dalam tulisan ini saya akan menganalisa tentang munculnya wacana Fiqh al-Bi'ah sebagai solusi alternatif dalam mengatasi kerusakan lingkungan. Saya mengawalinya dengan sekilas membahas tentang Islam dan pelestarian lingkungan, untuk kemudian membahas tentang munculnya wacana Fiqh al-Bi'ah dikalangan umat Islam. Akhirnya, tulisan saya tutup dengan fiqh al-Bi'ah sebagai solusi alternatif terhadap kerusakan lingkungan.
Rumusan Masalah :
       1.            Tujuan Allah mensyariatkan hukumnya adalah untuk memelihara kemaslahatan manusia, sekaligus untuk menghindari kerusakan (mafsadah), baik di dunia maupun di akhirat. Untuk mewujudkan kemaslahatan itulah Abu Ishaq al-Syatibi, Dalam kitab al-Muwâfaqât, membagi tujuan hukum Islam (maqâshid al-syarîah) menjadi lima hal. Sebutkan!
       2.            Terdapat prinsip-prinsip universal dalam Islam yang bisa menjadi sebuah kewajiban bagi seorang warga Muslim. Jelaskan!
       3.            Islam tidak hanya mencukupkan sampai di sini, selain menjelaskan tentang masalah-masalah yang universal, Islam juga memberikan penekanan pada topik-topik tertentu. Sebutkan dan Jelaskan Secara ringkas!
       4.            Rasulullah saw dalam salah satu hadisnya bersabda, “Jangan menyimpan sampah di dalam rumah pada malam hari, melainkan keluarkan sampah-sampah tersebut pada siang hari, karena sampah merupakan tempat berkumpulnya setan.” Jelaskan maksud dari hadist tersebut!

BAB II
Pelestarian Lingkungan hidup dalam perspektif Islam
Kata ‘lestari’ dapat diartikan sebagai tetap seperti keadaannya semula, tak berubah atau kekal. Jadi, pelestarian adalah pengelolaan sumber daya alam yang menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya.
Islam sebagai agama samawi terakhir di dunia, di bawa oleh Nabi Muhammad saw. sebagai penyempurna agama-agama sebelumnya. Konsekuensinya, Islam akan dan harus bisa menjawab tantangan-tantangan dari kedinamisan yang ada di dunia sampai masa akhir nanti (kiamat). Tantangan tersebut dapat berupa tantangan yang berhubungan dengan tauhid, jinayah maupun muamalah. Walaupun tantangan dari kedinamisan perjalanan masa dapat terjawab dengan sempurna oleh Islam, namun banyak kalangan tetap berprasangka, bahwa jalan terbaik menghilangkan prasangka tersebut adalah harus dijawab secara ilmiah sehingga pemecahan persoalan terjawab secara objektif. (M. Rasjidi, 1976:7)
Dalam al-Qur'an dijelaskan bahwa manusia diciptakan sebagai khalifah di bumi. Kewajiban manusia sebagai khalifah di bumi adalah dengan menjaga dan mengurus bumi dan segala yang ada di dalamnya untuk dikelola sebagaimana mestinya. Dalam hal ini kekhalifahan sebagai tugas dari Allah untuk mengurus bumi harus dijalankan sesuai dengan kehendak penciptanya dan tujuan penciptaannya.(Harun Nasution, 1992: 542)
Tujuan Allah mensyariatkan hukumnya adalah untuk memelihara kemaslahatan manusia, sekaligus untuk menghindari kerusakan (mafsadah), baik di dunia maupun di akhirat. Untuk mewujudkan kemaslahatan itulah Abu Ishaq al-Syatibi, Dalam kitab al-Muwâfaqât, membagi tujuan hukum Islam (maqâshid al-syarîah) menjadi lima hal: (1) 1) penjagaan agama (hifdz al-dîn), 2) memelihara jiwa (hifdz al-nafs), 3) memelihara akal (hifdz al-‘aql), 4) memelihara keturunan (hifdz al-nasl), dan 5) memelihara harta benda (hifdz al-mâl).(Hatim Gazali, 2005) Lebih jauh Yusuf al-Qardlawi dalam Ri’âyatu al-Bi’ah fi al-Syarî’ati al-Islâmiyyah menjelaskan mengenai posisi pemeliharaan ekologis (hifdz al-`âlam) dalam Islam adalah pemeliharaan lingkungan setara dengan menjaga maqâshidus syarî’ah yang lima tadi. Selain al-Qardlawi, al-Syatibi juga menjelaskan bahwa sesungguhnya maqâshidus syarî’ah ditujukan untuk menegakkan kemaslahatan-kemaslahatan agama dan dunia, di mana bila prinsip-prinsip itu diabaikan, maka kemaslahatan dunia tidak akan tegak berdiri, sehingga berakibat pada kerusakan dan hilangnya kenikmatan perikehidupan manusia.(Fathurrahman Djamil, 1997:94)
Allah Azza wa Jalla menciptakan alam ini bukan tanpa tujuan. Alam ini merupakan sarana bagi manusia untuk melaksanakan tugas pokok mereka yang merupakan tujuan diciptakan jin dan manusia. Alam adalah tempat beribadah hanya kepada Allâh semata. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
(Yaitu) Orang-orang yang mengingat Allâh sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), "Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. [Ali Imrân/3:191]
Syariat Islam sangat memperhatikan kelestarian alam, meskipun dalam jihâd fi sabîlillah. Kaum Muslimin tidak diperbolehkan membakar dan menebangi pohon tanpa alasan dan keperluan yang jelas.
Kerusakan alam dan lingkungan hidup yang kita saksikan sekarang ini merupakan akibat dari perbuatan umat manusia. Allâh Azza wa Jalla menyebutkan firmanNya :
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allâh merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). [ar-Rûm/30:41]
Ibnu Katsîr rahimahullah mengatakan dalam tafsirnya, “Zaid bin Râfi’ berkata, 'Telah nampak kerusakan,' maksudnya hujan tidak turun di daratan yang mengakibatkan paceklik dan di lautan yang menimpa binatang-binatangnya.”
Mujâhid rahimahullah mengatakan, “Apabila orang zhâlim berkuasa lalu ia berbuat zhâlim dan kerusakan, maka Allâh Azza wa Jalla akan menahan hujan karenanya, hingga hancurlah persawahan dan anak keturunan. Sesungguhnya Allâh Subhanahu wa Ta’ala tidak menyukai kerusakan.”
Kemudian Mujâhid rahimahullah membacakan ayat di atas.
Tapi, apakah kerusakan yang terjadi itu hanya disebabkan perbuatan manusia yang merusak lingkungan atau mengekplorasi alam semena-mena ataukah juga disebabkan kekufuran, syirik dan kemaksiatan yang mereka lakukan ? Jawabnya adalah kedua-duanya.
Ibnu Katsîr rahimahullah telah menjelaskan dalam tafsirnya: “Makna firman Allâh (yang artinya) “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia,” yaitu kekurangan buah-buahan dan tanam-tanaman disebabkan kemaksiatan. Abul ‘Aliyah berkata, “Barangsiapa berbuat maksiat kepada Allâh di muka bumi, berarti ia telah berbuat kerusakan padanya. Karena kebaikan bumi dan langit adalah dengan ketaatan. Oleh karena itu apabila nabi ‘Isa turun di akhir zaman, beliau akan berhukum dengan syariat yang suci ini pada masa tersebut. Beliau akan membunuh babi, mematahkan salib dan menghapus jizyah (upeti) sehingga tidak ada pilihan lain kecuali masuk Islam atau diperangi. Dan di zaman itu, tatkala Allâh telah membinasakan Dajjal dan para pengikutnya serta Ya’jûj dan Ma’jûj, maka dikatakanlah kepada bumi, “Keluarkanlah berkahmu.” Maka satu buah delima bisa dimakan oleh sekelompok besar manusia dan mereka bisa berteduh di bawah naungan kulitnya. Dan susu unta mampu mencukupi sekumpulan manusia. Semua itu tidak lain disebabkan berkah penerapan syariat Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka setiap kali keadilan ditegakkan, akan semakin banyaklah berkah dan kebaikan. Karena itulah disebutkan dalam hadits shahih, yang artinya, "Sesungguhnya apabila seorang yang jahat mati, niscaya para hamba, kota-kota, pepohonan dan binatang-binatang melata merasakan ketenangan.”
Salah satu bukti bahwa Islam sangat memperhatikan lingkungan alam sekitar adalah perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyingkirkan gangguan dari jalan yang beliau jadikan sebagai salah satu cabang keimanan, perintah beliau untuk menanam pohon walaupun esok hari kiamat. Disamping kita telah menjaga kehidupan manusia di sekitar kita. Bukankah satu pohon adalah jatah untuk dua orang ?
Dalam hal ini pemerintah berhak memerintahkan rakyat untuk menanam pohon. al-Qurthubi berkata dalam tafsirnya, "Bercocok tanam termasuk fardhu kifâyah. Imam (penguasa) berkewajiban mendesak rakyatnya untuk bercocok tanam dan yang semakna dengan itu, seperti menanam pohon.”
Bahkan untuk memotivasi umat beliau agar gemar menanam pohon beliau bersabda :
Muslim mana saja yang menanam sebuah pohon lalu ada orang atau hewan yang memakan dari pohon tersebut, niscaya akan dituliskan baginya sebagai pahala sedekah.
Bahkan pohon itu akan menjadi asset pahala baginya sesudah mati yang akan terus mengalirkan pahala baginya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
Tujuh perkara yang pahalanya akan terus mengalir bagi seorang hamba sesudah ia mati dan berada dalam kuburnya. (Tujuh itu adalah) orang yang mengajarkan ilmu, mengalirkan air, menggali sumur, menanam pohon kurma, membangun masjid, mewariskan mushaf atau meninggalkan anak yang memohonkan ampunan untuknya sesudah ia mati.
Menebang pohon, menggunduli hutan, membuang limbah ke sungai, membakar areal persawahan dan lain-lainnya sudah jelas termasuk perbuatan merusak alam yang bisa mendatangkan bencana bagi umat manusia. Banjir bandang, kabut asap, pemanasan global adalah beberapa diantara akibatnya. Namun sadarkah kita, bahwa kerusakan alam bukan hanya karena faktor-faktor riil seperti itu saja. Kekufuran, syirik dan kemaksiatan juga punya andil dalam memperparah kerusakan alam. Bukankah banjir besar yang melanda kaum Nuh Alaihissallam disebabkan kekufuran dan penolakan mereka terhadap dakwah Nuh Alaihissallam ? Bukankah bumi dibalikkan atas kaum Luth sehingga yang atas menjadi bawah dan yang bawah menjadi atas disebabkan kemaksiatan yang mereka lakukan ?
Sebaliknya, keimanan, ketaatan dan keadilan juga berperan bagi kebaikan dan keberkahan bumi.
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Diantara pengaruh buruk perbuatan maksiat terhadap bumi adalah banyak terjadi gempa dan longsor di muka bumi serta terhapusnya berkah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati kampung kaum Tsamûd, beliau melarang mereka (para sahabat) melewati kampung tersebut kecuali dengan menangis. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam juga melarang mereka meminum airnya, menimba sumur-sumurnya, hingga beliau memerintahkan agar menggunakan air yang mereka bawa untuk mengadon gandum. Karena maksiat kaum Tsamûd ini telah mempengaruhi air di sana. Sebagaimana halnya pengaruh dosa yang mengakibatkan berkurangnya hasil panen buah-buahan.
Imam Ahmad telah menyebutkan dalam Musnadnya, ia berkata, “Telah ditemukan dalam gudang milik Bani Umayyah sebutir gandum yang besarnya seperti sebutir kurma. Gandum itu ditemukan dalam sebuah kantung yang bertuliskan, “Biji gandum ini tumbuh pada masa keadilan ditegakkan.”
Kebanyakan musibah-musibah yang Allâh Azza wa Jalla timpakan atas manusia sekarang ini disebabkan perbuatan dosa yang mereka lakukan.
Sejumlah orang tua di padang pasir telah mengabarkan kepadaku bahwa mereka pernah mendapati buah-buah yang ukurannya jauh lebih besar daripada buah-buahan yang ada sekarang.”
Barangkali ada yang bertanya apakah maksiat yang tidak ada sangkut pautnya dengan alam bisa juga merusak alam ? Jawabnya, ya bisa. Bukankah Hajar Aswad menghitam karena maksiat yang dilakukan oleh manusia ? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Hajar Aswad turun dari surga lebih putih warnanya daripada salju, lalu menjadi hitam karena dosa-dosa anak Adam.”
Begitulah pengaruh dosa dan maksiat! Hajar Aswad yang turun dari surga dalam keadaan berwarna putih bersih lebih putih dari salju bisa menghitam karena dosa. Ini membuktikan bahwa dosa dan maksiat juga memberikan pengaruh pada perubahan yang terjadi pada alam sekitar.
Apabila manusia tidak segera kembali kepada agama Allâh Azza wa Jalla , kepada sunnah Nabi-Nya, maka berkah itu akan berganti menjadi musibah. Hujan yang sejatinya, Allâh turunkan untuk membawa keberkahan dimuka bumi, namun karena ulah manusia itu sendiri, hujan justru membawa berbagai bencana bagi manusia. Banjir, tanah longsor dan beragam bencana muncul saat musim hujan tiba. Bahkan di tempat-tempat yang biasanya tidak banjir sekarang menjadi langganan banjir !
Tidakkah manusia mau menyadarinya? Atau manusia terlalu egois memikirkan diri sendiri tanpa mau menyadari pentingnya menjaga alam sekitar yang bakal kita wariskan kepada generasi mendatang !?
Allâh Azza wa Jalla memberi manusia tanggung jawab untuk memakmurkan bumi ini, mengatur kehidupan lingkungan hidup yang baik dan tertata. Dan Allâh Subhanahu wa Ta’ala akan menuntut tanggung jawab itu di akhirat kelak.
Oleh karena itu, kita sebagai umat muslim seharusnya memahami arti pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup. Mereka punya kewajiban untuk melestarikan alam semesta.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya.” [al-A’râf/7:56]
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan ayat ini sebagai berikut, "Firman Allâh Azza wa Jalla (yang maknanya-red), 'Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya.' Allâh melarang tindakan perusakan dan hal-hal yang membahayakan alam, setelah dilakukan perbaikan atasnya. Sebab apabila berbagai macam urusan sudah berjalan dengan baik lalu setelah itu terjadi perusakan, maka hal itu lebih membahayakan umat manusia. Oleh karena itu, Allâh Azza wa Jalla melarang hal itu dan memerintahkan para hamba-Nya agar beribadah, berdoa, dan tunduk serta merendahkan diri kepada-Nya.”
Sesungguhnya dengan akal yang Allâh Azza wa Jalla anugerahkan, manusia lebihkan dari makhluk-makhluk lainnya. Kita lebih mulia dari hewan. Coba anda lihat, hewan saja memiliki kesadaran menjaga keseimbangan alam dan lingkungan hidup, lalu apakah kita selaku manusia justru menghancurkannya ? Janganlah kamu berbuat kerusakan sesudah Allâh memperbaikinya! Maka kita punya tanggung jawab besar untuk menjaga keseimbangan alam dan lingkungan hidup demi kesejahteraan hidup manusia di bumi ini. Bukankah Allâh Azza wa Jalla telah berfirman :
“Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran.” [al-Hijr/15:19]
Ya, semua sudah ada ukurannya, semua ada aturannya. Allâh Azza wa Jalla telah menciptakan semua itu dengan sangat detail dan teratur.
Ibnu Katsîr rahimahullah berkata, “Selanjutnya Allâh Azza wa Jalla menyebutkan bahwa Dia yang telah menciptakan bumi, membentangnya, menjadikannya luas dan terhampar, menjadikan gunung-gunung diatasnya yang berdiri tegak, lembah-lembah, tanah (dataran), pasir, dan berbagai tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan yang sesuai. Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhu berkata tentang firman Allâh Azza wa Jalla “Segala sesuatu dengan ukuran” Mauzun artinya adalah diketahui ukurannya (proporsional dan seimbang). Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Sa’id bin Jubair, Ikrimah, Qatâdah dan ulama yang lainnya. Di antara para ulama ada yang mengatakan, “maksudnya ukuran yang telah ditentukan.” Sedang Ibnu Zaid mengatakan, “Maksudnya yaitu dari setiap sesuatu yang ditimbang dan ditentukan ukurannya.”
Dalam ayat lain Allâh Subhanahu wa Ta'ala menjelaskan tentang siklus hidrologi yang menjadi salah satu elemen terpenting bagi kelangsungan kehidupan makhluk di muka bumi.
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
“Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allâh membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu Lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi gembira.” [ar-Rûm/30:48].
Begitulah proses perubahan diciptakan untuk memelihara keberlanjutan (sustainability) bumi. Proses ini dikenal sebagai siklus hidrologi, mencakup proses evaporasi, kondensasi, hujan dan aliran air ke sungai, danau dan laut.
Kewajiban ini kita laksanakan dengan menjalankan syariat Allâh Azza wa Jalla di muka bumi, memakmurkannya dengan tauhid dan sunnah. Sembari terus menumbuhkan kesadaran bahwa kita tidak sendiri hidup di muka bumi. Ada makhluk-makhluk Allâh Subhanahu wa Ta’alaainnya selain kita di sekitar kita.
Dan juga dengan menjauhi kekafiran, syirik dan maksiat. Karena dosa dan maksiat akan mendorong manusia untuk merusak dan mengotori alam ini dengan noda-noda maksiat mereka. Mereka inilah inilah yang sebenarnya tidak memahami tujuan penciptaan alam semesta ini.
Agama Islam adalah agama yang komprehensif dan lengkap. Jelas dengan karakteristik ini Islam memperhatikan seluruh kebutuhan hidup manusia dan memiliki aturan-aturan untuk seluruh persoalan yang berkaitan dengan kebutuhan hidup manusia baik secara individu maupun sosial.
Diantara persoalan yang mendapatkan perhatian Islam hingga kini adalah metode kehidupan sosial dan lingkungan hidup. Dikarenakan air dan udara merupakan faktor yang sangat signifikan dan pemanfaatan air serta udara yang bersih dan sehat merupakan salah satu kebutuhan primer manusia, maka berdasarkan ajaran-ajaran Islam mencemari kedua unsur ini merupakan tindakan yang haram dan termasuk salah satu dari dosa-dosa besar.  Selain itu hal ini dianggap juga sebagai sebuah tanda ketidak-syukuran terhadap nikmat Tuhan dan salah satu dari dosa yang tidak terampuni.
Saat ini, urgensi penjagaan kesehatan lingkungan merupakan salah satu wacana yang sangat serius dan asasi. Pada hakikatnya, isu-isu seputar ini dan segala yang dianggap penting dalam masyarakat industri modern saat ini merupakan isu-isu yang jauh-jauh sebelumnya telah disinggung dan diperingatkan dalam Islam dan oleh para pemimpin, yaitu 1400 tahun yang lalu. Islam telah mewajibkan para pengikutnya untuk memperhatikan aturan-aturan yang berkaitan dengan hal tersebut dan melaksanakan hukum-hukum individu maupun sosial. Dan Islam juga menunjukkan metode dan solusi untuk menjaga serta memelihara lingkungan hidup dan kesehatannya.
Aturan-aturan seperti:
Mengkonsumsi segala sesuatu (minum, menghisap) yang akan membahayakan tubuh manusia, hukumnya haram, kecuali apabila diperlukan secara darurat;
Jangan menyimpan sampah di dalam rumah pada malam hari, melainkan pindahkan ke luar rumah pada siang hari;
Hindarilah mengotori dan mencemari tepian air yang jernih, di bawah pohon yang tengah berbuah atau di jalanan;
Jika di tangan salah satu dari kalian terdapat sebuah tunas, sementara hari kiamat telah datang, maka tanamlah tunas tersebut jika mampu.
Dan ratusan aturan-aturan dan saran-saran etika lainnya telah menyebabkan seorang warga muslim menganggap memelihara dan menjaga lingkungan hidup dan kesehatan sebagai salah satu dari kewajiban prinsip.
Sebelum melanjutkan pembahasan topik utama, ada baiknya kita perhatikan hal-hal berikut:
Agama Islam memiliki aturan dan perintah-perintah untuk seluruh aspek dan dimensi kehidupan manusia, dari masalah politik dan pemerintahan yang paling rumit hingga masalah–masalah individu yang paling mendasar seperti hukum-hukum yang berkaitan dengan toilet dan kamar mandi. Ini berarti kita mengenal Islam sebagai agama yang komprehensif, universal dan lengkap, oleh karena itu kita meyakini bahwa kehidupan sosial dan lingkungan hidup juga merupakan salah satu dari persoalan yang mendapatkan perhatian agama Islam, dari dulu hingga kini.
Tentunya universalitas Islam ini berarti bahwa filsafat, maktab dan sistem Islam bisa diperoleh dan direncanakan secara tepat dengan menyimpulkan unsur-unsur universalitas yang terdapat dalam Islam
Berdasarkan perspektif Islam, manusia diciptakan bukan atas dasar kesia-siaan atau tanpa makna, bahkan hukum-hukum sosial Islam pun dirancang berdasarkan pada tujuan dan filosofi penciptaannya, tentunya hukum-hukum dan aturan-aturan ini kadangkala muncul dalam bentuk dorongan, ajakan ataupun nasehat-nasehat yang hanya memiliki dimensi etika dimana terdapat hukuman-hukuman ukhrawi atasnya, akan tetapi kadangkala ketika berhadapan dengan ketiadaan perhatian terhadap aturan dan hukum-hukum ini, maka yang akan berbicara adalah hukuman-hukuman duniawi.
(2)Terdapat prinsip-prinsip universal dalam Islam yang bisa menjadi sebuah kewajiban bagi seorang warga Muslim, seperti:
Dalam Islam, memberantas dan memusnahkan segala sesuatu yang menjadi kebergantungan generasi manusia, akan dianggap sebagai sebuah tindakan yang haram, seperti menganiaya sesama, tidak mengkufuri nikmatnya, dan sebagainya.
Dalam perspektif Islam, kegiatan yang memberikan kenyamanan masyarakat dan dalam rangka menjaga keselamatan mereka, dianggap sebagai sebuah pengabdian dalam keridhaan-Nya, serta ibadah dan penghambaan kepada-Nya, karena sesungguhnya tidak ada tujuan lain dalam penciptaan manusia selain ibadah.
Karena perlindungan terhadap lingkungan hidup, memperhatikan kesehatan lingkungan hidup dan menghindarkannya dari pencemaran merupakan sebuah usaha dalam rangka menyelamatkan manusia dari kehancuran dan memberikan kenyamanan pada mereka, maka tindakan seperti ini memiliki keistimewaan (sehingga diletakkan dalam kedudukan wajib atau mustahab).
Akan tetapi Islam tidak hanya mencukupkan sampai di sini, selain menjelaskan tentang masalah-masalah yang universal, Islam juga memberikan penekanan pada topik-topik tertentu.
Di sini secara ringkas kami akan mengisyarahkan sebagian dari topik-topik tersebut:
(3) A. Pencemaran udara
Kita semua telah mengetahui, apabila udara tidak melingkupi seluruh permukaan bumi, begitu satu bagian dari permukaan bumi kehilangan sinar matahati, maka bagian ini akan segera mengalami penurunan suhu udara hingga 160 derajat dibawah nol, dimana hawa dingin tak tertahankan ini akan segera memusnahkan seluruh eksistensi hidup, karena pada prinsipnya, udara berfungsi untuk menghalangi bumi dalam mempertahankan hawa panas yang diperolehnya dari matahari. Selain itu manusia membutuhkan oksigen untuk kelangsungan hidupnya, dan kebutuhan yang diperlukannya melalui pernafasan ini akan terpenuhi dengan adanya hawa yang bersih dan sehat, oleh karena itu memanfaatkan udara yang bersih dan sehat merupakan salah satu dari kebutuhan primer manusia.
Namun dari sisi yang lain, perkembangan teknologi dan modernitas kehidupan masyarakat, demikian juga urgensi penciptaan fasilitas-fasilitas baru perkotaan untuk menjawab kebutuhan masyarakat kota yang semakin hari semakin berkembang, telah membuat tingkat pencemaran udara semakin tinggi dan secara bertahap kita menyaksikan juga semakin berkurangnya ruang hijau perkotaan serta terjadinya pencemaran lingkungan hidup.
Dikarenakan kelangsungan generasi dan masyarakat manusia bergantung pada kesehatan dan keselamatan masyarakat, maka dengan mengharamkan hal-hal yang buruk dan tercela serta menghalalkan kesucian dan kebersihan, Islam telah mempersiapkan jalan untuk mencapai tujuan dan sasaran ini.
Seseorang telah bertanya kepada Imam Shadiq As tentang pernafasan dengan udara yang tercemar dan kebergantungan hidup manusia dengannya. Dalam menjawab pertanyaan ini beliau mengutarakan sebuah hukum universal yang merupakan solusi bagi sedemikian banyak problematika dan kesulitan yang ada. Imam bersabda, “Segala sesuatu yang jika dikonsumsi (minum atau menghisap)akan membahayakan tubuh manusia, maka mengkonsumsinya adalah haram, kecuali apabila dalam keadaan darurat.”
B. Limbah
Persoalan urgensi menjaga kebersihan lingkungan hidup merupakan salah satu topik yang sangat serius dan asasi bagi masyarakat saat ini. Jika menjaga lingkungan hidup tidak dianggap sebagai kewajiban umum, tidak dianggap secara serius oleh warga, siapapun bisa mencemari lungkungan hidup, atau limbah serta sampah-sampah tidak dikumpulkan dengan metode yang benar dan sehat, maka limbah dan sampah akan menjadi faktor pencemar lingkungan hidup dan pembawa bencana bagi keselamatan masyarakat.
Sampah dan limbah-limbah menyimpan berbagai mikroba dan menjadi tempat perkembangbiakan serangga serta berbagai sumber penyakit. Oleh karena itu Rasulullah saw dalam salah satu hadisnya bersabda, “Jangan menyimpan sampah di dalam rumah pada malam hari, melainkan keluarkan sampah-sampah tersebut pada siang hari, karena sampah merupakan tempat berkumpulnya setan.”
Demikian juga beliau bersabda, “Jangan mengumpulkan tanah di belakang pintu (halaman), karena akan menjadi sarang setan.”
(4.) Jelaslah bahwa yang dimaksud dengan setan di sini adalah tempat berkumpulnya serangga-serangga yang membahayakan, tempat perpindahan dan perkembangbiakan berbagai macam penyakit.
Dalam sirah dan metode kehidupan Rasulullah saw dan para Imam Makshum As banyak kita saksikan penekanan beliau terhadap kebersihan dan menyarankan hal ini kepada para pengikutnya.
Rasulullah SAW bersabda, “Tuhan Maha Suci dan mencintai kesucian, Bersih dan mencintai kebersihan. “
Kewajiban menghindari kotoran manusia dan kenajisannya ketika bersentuhan dengannya serta kewajiban bersuci dan mencuci segala sesuatu yang terkotori olehnya, merupakan salah satu layanan ilmiah yang diberikan oleh agama Islam kepada manusia yang menciptakan kebersihan lingkungan hidup dari pencemaran dan hal-hal yang najis.
Saat ini kotoran manusia dianggap sebagai pemicu utama dari mayoritas penyakit-penyakit mikroba dan cacing seperti kolera dan penyakit-penyakit yang dikenal dengan parasit usus pencernaan yang disebabkan oleh mikroba dan cacing.
Dari sinilah sehingga dalam salah satu hadisnya, Imam Ali As bersabda, “Rasulullah saw melarang membuang kotoran besar di tepian air yang mengalir, di dekat mata air yang jernih dan di bawah pepohonan yang berbuah.“ Demikian juga dalam riwayat yang lain dikatakan, “Rasulullah saww melarang manusia membuang air kecil di bawah pepohonan yang berbuah, di halaman atau di atas air yang tergenang.
Saat ini dengan adanya perkembangan inovasi, urbanisasi dan meningkatnya konsumerisasi pada masyarakat perkotaan, pada setiap harinya akan dihasilkan ribuan ton sampah dimana pengumpulan dan penimbunan serta pembuangannya yang dilakukan dengan benar dan sehat merupakan hal terpenting dari masalah kesehatan yang perlu mendapatkan perhatian lebih banyak.
Dalam perspektif agama Islam dan seluruh agama-agama Ilahi lainnya, jiwa manusia dianggap memiliki nilai tinggi dan menjaganya merupakan tidakan yang wajib. Dengan alasan inilah sehingga al-Quran menekankan kepada seluruh Muslim untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang akan menyebabkan kehancuran diri mereka sendiri., berfirman, “… dan janganlah kamu menjerumuskan dirimu sendiri ke dalam jurang kebinasaan, …”
Almarhum Allamah Thabathbai salah seorang mufassir besar mengatakan, “Ayat ini mutlak, kesimpulannya pelarangan yang terdapat di dalamnya mencakup seluruh tindakan-tindakan yang ekstrim kiri ataupun ekstrim kanan (ifrath dan tafrith).”
Oleh karena itu, agama Islam tidak memberikan kebolehan kepada siapapun untuk mencemari lingkungan hidupnya dan selainnya, baik dengan tindakan maupun perbuatannya, tidak boleh acuh tak acuh terhadap persoalan-persoalan yang berkaitan dengan unsur terpenting kesehatan, dan tidak berhak menghilangkan peluang masyarakat dalam memperoleh kehidupan yang sehat dengan ketidak pedulian terhadap lingkungan sosial.
Selain itu, berdasarkan kaidah teori “la dharar”, dimana Rasulullah saww bersabda, “Di dalam Islam, membahayakan dan merugikan diri sendiri maupun selainnya adalah dilarang. “ manusia bahkan dalam memanfaatkan fasilitas-fasilitas pribadinya tidak boleh sampai mengganggu apalagi membahayakan orang lain.
C. Ruang Hijau
Iklim perkotaan saat ini telah mengalami perubahan yang yang mencolok dibawah pengaruh kepadatan dan keterpusatan kegiatan-kegiatan kota dimana pengkajian wilayah-wilayah kota akan ditinjau secara tertentu dan terpisah dari iklim wilayah, seperti pengaruh-pengaruh yang ditimbulkan melalui kurangnya ruang hijau perkotaan terhadap ekologi kota terutama dalam kaitannya dengan iklim udara, tanah, air bawah tanah sedemikian berpengaruh sehingga unsur-unsur pembentuk dan konstruktifnya benar-benar mengalami perubahan di lingkungan perkotaan.
Meskipun masalah ruang hijau perkotaan ini tidak dijabarkan dalam bentuk yang khas dan kekinian dalam teks-teks dan literatur-literatur utama agama kita, akan tetapi topik ini berada dibawah subyek yang lebih universal, seperti penanaman pohon, mendorong masyarakat untuk melakukan penghijauan dan melarang penebangan pepohonan, dimana hal ini menghikayatkan kepedulian dan perhatian agama Islam terhadap masalah ini.
Dalam kaitannya dengan masalah ini Rasulullah saw dalam salah satu hadisnya bersabda, “Jika kiamat telah tiba dan terdapat sebuah tunas di tangan salah satu kalian, maka tanamlah tunas tersebut jika mampu.” Dalam melarang dan menegur mereka yang menebangi pepohonan dan menghancurkan sumber-sumber daya alam serta lingkungan hidup, Rasulullah SAW bersaba, “Siapapun yang memotong pohon Sadr, maka ia akan terpuruk ke dalam api jahannam.”
Oleh karena itu berdasarkan hukum perlindungan dan kepedulian terhadap sumber daya alam dan hutan cadangan negara, tidak ada seorangpun atau bahkan instansi atau lembaga-lembaga pemerintahan ataupun swasta manapun yang berhak merusak sumber daya nasional, dan Departemen Pertanian berkewajiban untuk menjaga sumber-sumber serta kekayaan negara ini. Dalam fikih Islam pun terdapat aturan dan undang-undang yang mencegah masyarakat dari mempergunakan kepemilikan umum dan pemerintah, aturan-aturan ini bersumber pada aturan-aturan Ilahi dan al-Quran al-Karim, “Mereka menanyakan kepadamu tentang al-Anfâl (harta rampasan perang dan setiap harta yang tak berpemilik). Katakanlah, “Al-Anfâl itu kepunyaan Allah dan rasul. Sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesamamu, dan taatlah kepada Allah dan rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman.”
Oleh karena tu bisa dikatakan bahwa merusak dan menghancurkan segala sesuatu yang termasuk dalam sumber daya nasional bisa dikatakan tidak sesuai syari.
Selain di dunia tempat kita hidup terdapat ribuan faktor-faktor penting lainnya yang saling bekerjasama supaya manusia bisa memperoleh manfaat. Ketiadaan salah satu dari mereka ini akan memperhadapkan manusia pada berbagai dilema kehidupan yang sangat serius. Tuhan Yang Maha Tinggi telah menciptakan kenikmatan-kenikmatan di dunia dalam bentuk makanan, minuman dan segala yang memberikan kesejahteraan dan kenyamanan hidup bagi manusia dan berdasarkan ajaran-ajaran al-Quran al-Karim manusia tidak dilarang untuk memanfaatkan dan merasakan kenikmatan-kenikmatan hidup tersebut, akan tetapi mereka dilarang dari menyia-nyiakan, merusak dan memanfaatkannya secara tidak tepat, berfirman, “Hai anak cucu Adam, …, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar